Komunitas gay lebih rentan tertular cacar monyet. (Foto:celebrities.id/Freepik)
KUPASAN.NET - Cacar monyet alias monkeypox adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus langka dari hewan (virus zoonosis) yang kini ramai jadi perbincangan.
Komunitas mana saja yang rentan terkena wabah penyakit cacar monyet ini?
Dilansir dari www.who.int, Adviser at World Health Organization, Andy Seale mengungkapkan hampir 70 negara terkena dampak wabah ini. Di negara-negara yang terkena dampak sebelumnya, yang sebagian besar berada di Afrika Barat, kami melihat komunitas dari berbagai latar belakang dan usia.
Dan, di negara-negara yang baru terkena dampak wabah cacar monyet tersebut, dia melihat sebagian besar kasusnya menimpa pria atau laki-laki.
Dan ketika melihat kasus-kasus itu, pihaknya melihat bahwa sebenarnya pria yang berhubungan seks dengan pria lebih rentan tertular.
Jadi pria yang mengidentifikasi sebagai gay, biseksual atau yang berhubungan seks dengan pria lain, yang mungkin telah melaporkan melalui klinik kesehatan seksual atau sebagai bagian dari upaya penjangkauan kasus melalui contact tracing.
Ada beberapa kasus yang dilaporkan pada wanita dan anak-anak, tetapi ini sangat terbatas.
Jadi kita harus menanggapi data. Kami harus benar-benar melihat penargetan sumber daya kami di mana kami tahu infeksi sedang terjadi. Dan saat ini, itu benar-benar terjadi dalam kelompok tertentu," ," kata Andy Seale dalam video di situs www.who.int, 22 Juli 2022.
Tapi ingat, siapa pun bisa terinfeksi jika mereka bersentuhan dengan virus tersebut.
"Jadi untuk saat ini, sementara kami memusatkan upaya kami pada gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria, kami juga mengawasi data untuk melihat apakah wabah akan berkembang kepada komunitas lain," jelas Andy.
Mengapa komunitas gay, biseksual, dan pria berhubungan seks dengan pria lebih rentan atau lebih bersiko tertular cacar monyet?
Andy Seale menjelaskan, ada beberapa cara penularan cacar monyet, termasuk kontak kulit ke kulit, mencium atau menyentuh bahan lainnya yang terinfeksi, seperti sprai pada kasur.
Lalu mengapa komunitas gay lebih beresiko? Karena komunitas gay, biseksual ini memiliki jaringan seksual antar kota, bahkan negara. Sehingga, perannya dalam menularkan virus dalam konteks wabah cacar monyet ini cukup besar.
"Jadi beberapa pria gay dan biseksual ini terhubung ke jaringan seksual yang dinamis, menghubungkan kota dan negara,"
Pada awal wabah ini menyebar, perjalanan internasional tampaknya memainkan peran penting dalam penyebaran wabah ini.
Selain itu, komunitas tersebut aktif dalam memeriksakan kesehatannya. Pelayanan kesehatan ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk memeriksa gejala atau masalah kesehatan yang dideritanya atau penyakit apa pun yang mungkin mereka khawatirkan.
"Jadi, ini mungkin juga memainkan peran dalam identifikasi kasus dalam komunitas ini," jelas Andy Seale.
Bagaimana tentang stigma dan pengaruh negatif yang ditimbulkannya?
Andy Seale menegaskan, stigma pada dasarnya dapat menghentikan orang untuk mengakses layanan, hal itu tidak membantu siapa pun.
"Jadi kita harus benar-benar serius dalam menangani dan mengidentifikasi stigma dan diskriminasi," terangnya.
Dan cara terbaik untuk melakukannya adalah bekerja sama dengan komunitas-komunitas tersebut.
Komunitas gay, pria biseksual dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria, menjadi komunitas paling rentan tertular dalam konteks wabah ini.
Pihaknya melihat, gencarnya melakukan advokasi seputar akses pengujian, akses ke vaksin, dan terus-menerus menyampaikan pesan pencegahan untuk menghentikan penyebaran cacar monyet lebih lanjut.
Ini adalah jenis pekerjaan yang sangat membantu mengatasi wabah seperti ini.
"Dan kita perlu bekerja lebih lanjut dengan komunitas-komunitas ini," paparnya.
Mengidap cacar monyet bisa membuat stres dan orang membutuhkan dukungan. Dan tidak boleh menyalahkan atau menstigmatisasi siapa pun karena terkena cacar monyet.
Mungkin mereka telah diidentifikasi melalui pelacakan kontak atau memang memiliki virus itu sendiri.
"Kita perlu memberikan dukungan kepada orang-orang yang berada dalam situasi ini," imbuhnya.
Dia berharap wabah ini akan menjadi infeksi ringan yang berumur pendek.
"Tapi kita tahu bagi sebagian orang itu bisa sangat menyakitkan dan mereka mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit," katanya.
Ada hal-hal praktis yang bisa dilakukan tidak hanya untuk melawan stigma, tetapi juga menawarkan bantuan materil maunpun non materil kepada mereka, termasuk dengan memberikan bantuan jika mereka harus melakukan isolasi.
"Kita harus bekerja sama dengan masyarakat yang terkena dampak. Melakukan advokasi kepada mereka seputar akses ke pengujian, vaksin, dan layanan secara umum, dan benar-benar memperkuat hubungan antara lembaga kesehatan masyarakat," pungkas Andy Seale.***