Memahami Batasan Berekspresi di Dunia Digital

Memahami Batasan Berekspresi di Dunia Digital

KUPASAN.NET
- Suka tidak suka, saat ini dunia digital tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Hampir semua sisi kehidupan manusia dipengaruhi oleh dunia digital.

Dunia digital tidak hanya menjadi sarana untuk mendapatkan informasi dengan cepat dan mudah, tetapi juga melalui digital bisa menjadi sarana individu atau kelompok untuk mengekspresikan diri.

Sayangnya, banyak orang yang terpaksa harus berurusan dengan hukum dan terlibat konflik dengan orang lain, karena kurang memahami batasan dalam memanfaatkan dunia gital tersebut. Karena itu, literasi digital itu sangat penting, sehingga kita mampu memahami batasan dalam berekspresi di dunia digital.
 

Literasi digital adalah bentuk post-literacy, atau literasi di tingkat berikutnya. Maka, syarat utama untuk mampu menguasai literasi digital adalah menguasai literasi terlebih dulu.  

Literasi digital memaksa Anda harus lebih skeptis terhadap apapun informasi yang bersliweran di dunia digital. Literasi digital juga memaksa Anda lebih membatasi diri, karena apapun yang Anda posting/unggah akan berkaitan langsung banyak orang.
 

Dunia digital, alias dunia maya, ialah dunia di mana interaksi langsung antar manusia menjadi hilang, digantikan dengan interaksi "digital". Karena itu, hal-hal yang biasa ditemukan di interaksi langsung seperti ekspresi wajah, aura tubuh, respon dari pandangan mata, respon dari wangi tubuh, dan sebagainya, tidak ditemukan lagi di dunia digital.

Hal itu yang menjadi salah satu penyebab orang lebih mudah tersinggung, terprovokasi, dan sebagainya, karena yang diandalkan adalah respon terhadap audio, video, dan teks. Berbeda kasus ketika Anda bertemu dengan seseorang, yang mungkin berkata sesuatu yang cukup menyinggung Anda, namun karena aura dirinya, dan gestur tubuhnya menyiratkan hangatnya pertemanan, maka hal yang disebut di atas menjadi lebih berkurang.

Mungkin Anda pernah tersinggung, terprovokasi, dan tersakiti oleh kata-kata atau gerakan dari seorang figur. Namun ketika bertemu langsung, kata-kata atau gerakan yang sama justru membuat Anda bahagia. Karena perbedaan yang sangat mencolok antara interaksi langsung dan interaksi digital inilah, perlu ada pembatasan agar bisa meminimalisir konflik.
 

Kebebasan berekspresi ialah kebebasan berpendapat, berkarya, berbuat sesuatu, dan sebagainya yang dilindungi oleh UU dan HAM. Namun, seperti dikatakan Jean Paul Sartre, bahwa Anda bisa bebas melakukan apapun, dan semua orang juga bebas merespon apapun yang Anda lakukan.

Anda bisa bebas mengendalikan apa yang Anda lakukan, tapi Anda tidak bisa bebas mengendalikan apa yang akan orang lakukan sebagai respon dari apa yang Anda lakukan.

Berdasarkan pernyataan Sartre di atas, bisa disimpulkan bahwa tidak ada yang benar-benar bebas, bila ingin terbebas dari konflik. Anda bisa mengatakan presiden dengan kata-kata kotor, tapi polisi juga dibebaskan untuk menangkap Anda karena perbuatan itu.

Maka kebebasan berekspresi memiliki batas. Apalagi di dunia digital yang seperti disebutkan sebelumnya, punya potensi konflik yang lebih besar ketimbang di dunia nyata.


Lihat saja bagaimana kalimat "ndasmu" yang dinyatakan seseorang di dunia nyata bisa berkonotasi baik, dan mempererat pertemanan. Tapi, di dunia maya, kalimat tersebut bisa membuat Anda dipenjara. 

Apa yang membatasi kebebasan berekspresi? Beberapa hal yang membatasi kebebasan berekspresi antara lain:

  • UU ITE
  • UU terkait (KUHP dan sebagainya)
  • Norma agama
  • Norma adat
  • Sopan santun dan tata krama
  • dll

Kebebasan itu berarti kesiapan menerima konsekuensi.


Anda bebas melakukan apapun, namun Anda harus siap dengan konsekuensi dari kebebasan itu. Itulah kenapa Sartre mengatakan bahwa Manusia itu dihukum dengan kebebasannya.

Media sosial sebagai ruang berekspresi "bebas". Sedangkan "kebebasan" itu terbatas. Jadi, media sosial adalah ruang berekspresi yang bebas namun berbatas.

Kebebasan berekspresi, memiliki batas yang bila disimpulkan batasan tersebut antara lain:

  • Apakah kebebasan berekspresi Anda melukai orang/suku/kaum/kelompok/agama lain?
  • Apakah kebebasan berekspresi Anda bisa menghancurkan hidup orang lain/kelompok lain?
  • Apakah kebebasan berekspresi Anda bisa membuat Anda terjerat masalah hukum?
  • Apakah kebebasan berekspresi Anda bisa memicu pertengkaran, bahkan perang?
  • Apakah kebebasan berekspresi Anda merupakan fakta, atau fitnah?
  • Apakah kebebasan berkespresi Anda adalah wilayah keilmuan/kemampuan Anda?
 
Penulis: Adhyra Pratama
Penulis dan Sutradra Teater Senyawa Curup
Lebih baru Lebih lama